Kamis, 08 April 2010

Perlu Grand Strategy Penyelamatan Industri

Perlu Grand Strategy Penyelamatan Industri

Ribuan peraturan daerah pun diminta untuk ditinjau.

JAKARTA -- Pemerintah harus membuat rancangan grand strategy ekonomi untuk menyelamatkan industri di Tanah Air. Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyatakan strategi besar itu dibutuhkan untuk mengatasi serbuan produk Cina yang mematikan industri dalam negeri.

Ketua Umum Kadin, MS Hidayat, mengatakan untuk sanggup bersaing dengan serbuan produk buatan Cina, Indonesia dapat mengejar ketinggalannya dengan memfokuskan pada sektor unggulan tertentu. "Misalnya, karena kita sulit bersaing di sektor otomotif, kita bisa unggul di subsektor otomotif," jelas Hidayat di Jakarta, akhir pekan lalu.

Menurutnya, ada lima sub sektor industri yang dapat menjadi keunggulan Indonesia. Yakni, pertanian, perkebunan, perikanan, tekstil, dan garmen. Kelimanya, dinilai Hidayat, berpotensi mengembangkan kembali industri dalam negeri.

Kalangan pengusaha yang diwakili berbagai asosiasinya mengeluhkan adanya banjir produk-profuk Cina di sejumlah bidang. Produk-produk dari Negeri Tirai Bambu yang masuk pasar Indonesia itu, antara lain, tekstil, barang elektronik, mainan, makanan, minuman, alat tulis kantor, dan pakaian jadi.

Wakil rakyat di Senayan pun mengungkapkan kekhawatirannya atas masuknya barang-barang dari Cina. Karena itu, mereka mengusulkan agar dibuat pagar-pagar yang melindungi produk dan industri dalam negeri agar tidak tenggelam dan kemudian bangkrut.

Sejumlah paket yang dikeluarkan belakangan ini, seperti paket kebijakan infrastruktur dan paket perbaikan investasi, menurut mereka, masih belum cukup untuk membangkitkan industri dalam negeri. Lebih jauh Hidayat menjelaskan, setelah fokus kebijakan pemerintah ada, baru kemudian dibuat produk turunan kebijakan tersebut. Dengan begitu, kebijakan di bidang perpajakan, insentif, harmonisasi tarif, dan lainnya tidak bertabrakan.

Indonesia, lanjut dia, tidak mungkin unggul di seluruh sektor industri. Untuk itu, diperlukan pemilahan sebagai bagian dari pemfokusan keunggulan apa yang hendak dikembangkan di dalam negeri. "Kadin siap berdiskusi dan memberi bukti sektor mana yang masih dapat diunggulkan," tuturnya.

Pemerintah diakui Hidayat memang belum memiliki fokus yang menentukan arah kebijakan ekonomi hingga menghasilkan industri yang tangguh. Kebijakan yang dibuat antardepartemen pun tidak sinergis. Akibatnya, kebijakan yang diambil terkadang justru merugikan pelaku industri. "Contohnya kakao," kata Hidayat.

Departemen Pertanian menginginkan peningkatan ekspor kakao, sedangkan Departemen Perindustrian menginginkan pemberian pajak kakao. Tujuannya, agar dapat dialihkan ke sektor industri melalui pabrik pengolahan hingga bernilai tambah. Artinya grand strategy tersebut harus dirumuskan oleh Menteri Koordinator Perekonomian.

Perda

Hidayat juga menginginkan pemerintah meninjau sejumlah kebijakan yang tertuang dalam peraturan daerah (perda). Pasalnya, hubungan antara pemerintah pusat dan daerah yang tidak berkesinambungan kerap menghasillkan peraturan yang tidak selaras. S

Saat ini, Komite Pemantauan Peraturan Otonomi Daerah (KPPOD) Kadin sedang menelaah 11 ribu peraturan daerah yang dibuat selama lima tahun terakhir. Sebanyak 5.000-6.000 peraturan daerah tersebut sudah selesai diteliti komite yang terdiri dari elemen Ford Foundation dan Universitas Indonesia. Hasilnya, ada 1.100 peraturan yang harus dihapus atau direvisi karena tumpang tindih dengan peraturan hukum yang lebih tinggi.

Selain membuat peraturan yang sifatnya tumpang tindih, sejumlah peraturan daerah juga bervisi menggenjot pendapatan asli daerah (PAD) hingga menimbulkan ekonomi biaya tinggi. "Ini harus dicabut," kata Hidayat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar